Patriot Kecil (Cerpen Nasionalisme)
Rima melihat adiknya yang termenung di dekat jendela. Mengentikkan jarinya dari tadi. Sinar matahari yang sudah mulai kelihatan menyinari kepalanya. Muka sang adik tampak sedih. Rima segan bertanya kepada adiknya apa yang terjadi, karena pasti itu hanya membuat adiknya tambah badmood. Tapi, Rima tetap penasaran kenapa adiknya dari tadi hanya disitu. Rima tetap mengurungkan niatnya
Impian Hati menjadi Habibie (Cerpen Nasionalisme)
Suatu ruang gelap ramai. Siang hari menuju sore
Tampak 4 orang sedang menuju bioskop, keempat sahabat yang dibayangkan tokoh Pahlawan Habibe (B.J. Habibie) dengan Ibu Ainun di suatu layar bioskop.
Diyah dan Retno tampak mengantri untuk membeli karcis di suatu ruang.
Tampak 4 orang sedang menuju bioskop, keempat sahabat yang dibayangkan tokoh Pahlawan Habibe (B.J. Habibie) dengan Ibu Ainun di suatu layar bioskop.
Diyah dan Retno tampak mengantri untuk membeli karcis di suatu ruang.
Deret Tinta Untuk Negeri (Cerpen Nasionalisme)
Apakah aku bisa banggakan orangtuaku, banggakan negeriku, banggakan bangsaku, banggakan tanah airku, apapun keadaanku?
Aku ingin menjadi anak yang hidup normal seperti sebayaku. Menapaki setiap detik waktu belajarku di sekolah, bergaul dengan teman seusia, banggakan orangtua, berprestasi di usia muda,
Aku ingin menjadi anak yang hidup normal seperti sebayaku. Menapaki setiap detik waktu belajarku di sekolah, bergaul dengan teman seusia, banggakan orangtua, berprestasi di usia muda,
Bersauh (Cerpen Nasionalisme)
“Jadi, apa pedulimu dengan tempat ini, Nak?” tangannya gemetar memegang pagar besi setinggi perut di depannya. Matanya layu. Kutebak mata itu sebentar itu akan menutup. Tetapi, jelas terlihat nasionalisme, patriotisme, bahkan sedikit chauvinisme di sana. Kulitnya keriput di sana-sini. Bahkan retak, secara harfiah. “Ditempa zaman, Nak.